Selasa, 14 Juli 2009

STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING

A. Latar Belakang


Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).

B. Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning Strategy)


1. Pengertian


Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.


Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:


Apa yang saya dengar, saya lupa

Apa yang saya lihat, saya ingat

Apa yang saya lakukan, saya paham


Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :


Apa yang saya dengar, saya lupa

Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit

Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain,

saya mulai paham

Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan

Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai


Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik.


Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa
saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran.


Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan

otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.


Thorndike (Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :


1. law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons.
2. law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar
3. law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory (ingatan) nya. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :
Pembelajaran konvensional Pembelajaran Active learning
Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik
Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan
Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan
Kurang memberdayakan semua Membemberdayakan semua
indera danpotensi anak didik indera dan potensi anak didik
Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode
Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media
Tidak perlu disesuaikan dengan Disesuaikan dengan
Pengetahuan yang sudah ada pengetahuan yang sudah ada

Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.
Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggta kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa.

2. Aplikasi Active learning (belajar aktif) dalam Pembelajaran

L. Dee Fink (1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut.

Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.
Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri
Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain sebagainya.
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Trading Place (tempat-tempat perdagangan), Who is in the Class?(siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV Komersial, the company you keep (teman yang anda jaga), Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik), reconnecting (menghubungkan kembali), dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa model pembelajaran aktif yang disajikan Silberman.

Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik)
Metode Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Metode ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi siswa melalui tulisan. Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui percakapan.
Prosedur :
1. Bagikan kartu kosong kepada siswa
2. Mintalah setiap siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki tentang mata pelajaran atau sifat pelajaran yang sedang dipelajari
3. Putarlah kartu tersebut searah keliling jarum jam. Ketika setiap kartu diedarkan pada peserta berikutnya, peserta tersebut harus membacanya dan memberikan tanda cek di sana jika pertanyaan yang sama yang mereka ajukan
4. Saat kartu kembali pada penulisnya, setiap peserta telah memeriksa semua pertanyaan yang diajukan oleh kelompok tersebut. Fase ini akan mengidentifikasi pertanyaan mana yang banyak dipertanyakan. Jawab masing-masing pertanyaan tersebut dengan :
a. Jawaban langsung atau berikan jawaban yang berani
b. Menunda jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai waktu yang tepat
c. Meluruskan pertanyaan yang tidak menunjukkan suatu pertanyaan
5. Panggil beberapa peserta berbagi pertanyaan secara sukarela, sekalipun pertanyaan mereka tidak memperoleh suara terbanyak
6. Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dijawab pada pertemuan berikutnya.
Variasi :
1. Jika kelas terlalu besar dan memakan waktu saat memberikan kartu pada siswa, buatlah kelas menjadi sub- kelompok dan lakukan instruksi yang sama. Atau kumpulkan kartu dengan mudah tanpa menghabiskan waktu dan jawab salah satu pertanyaan
2. Meskipun meminta pertanyaan dengan kartu indeks, mintalah peserta menulis harapan mereka dan atau mengenai kelas, topik yang akan anda bahas atau alasan dasar untuk partisipasi kelas yang akan mereka amati.
3. Variasi dapat pula dilakukan dengan meminta peserta untuk memeriksa dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh kelompok tersebut, sehingga fase ini akan dapat mengidentifikasi pertanyaan mana yang mendapat jawaban terbanyak, sebagai indikasi penguasaan anak terhadap objek yang dipertanyakan.

Reconnecting (menghubungkan kembali)
Metode reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan aktivitas tersebut.
Prosedur :
1. Ajaklah anak didik kembali kepada pelajaran. Jelaskan pada anak didik bahwa menghabiskan beberapa menit untuk mengaitkan kembali pelajaran dengan pengetahuan anak akan memberi makna yang berarti.
2. Tentukan satu atau lebih dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada para peserta didik :
• Apa saja yang masih anda ingat tentang pelajaran terakhir kita ? apa saja yang masih bertahan dalam diri anda ?
• Sudahkah anda membaca / berpikir /melakukan sesuatu yang dirangsang oleh pelajaran terakhi kita ?
• Pengalaman menarik apa yang telah anda miliki di antara pelajaran-pelajaran?
• Apa saja yang ada dalam pikiran anda sekarang (misal nya sebuah kekhawatiran) yang mungkin mengganggu kemampuan anda untuk memberi perhatian pebuh terhadap pelajaran hari ini?
• Bagaimana perasaan anda hari ini? (Dapat dilakukan dengan memberikan metafor, seperti “Saya merasa bagaikan pisang busuk
3. Dapatkan respons dengan menggunakan salah satu format, seperti sub-kelompok atau pembicara dengan urutan panggilan berikutnya
4. Hubungkan dengan topik sekarang
Variasi :
1. Lakukan sebuah ulasan tentang pelajaran yang telah lalu
2. Sampaikan dua pertanyaan, konsep atau sejumlah informasi yang tercakup dalam pelajaran yang lalu. Mintalah peserta didik untuk memberikan suara terhadap sesuatu yang paling mereka sukai agar anda mengulas pelajaran tersebut. Ulaslah pertanyaan, konsep, atau informasi yang menang.

Pengajaran Sinergetik (Synergetic Teaching)
Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang mereka miliki.
Prosedur :
a. Bagi kelas menjadi dua kelompok
b. Salah satu kelompok dipisahkan ke ruang lain untuk membaca topik pelajaran
c. Kelompok yang lain diberikan materi pelajaran yang sama dengan metode yang diinginkan oleh guru.
d. Pasangkan masing-masing anggota kelompok pembaca dan kelompok penerima materi pelajaran dari guru dengan tugas menyimpulkan/meringkas materi pelajaran.

Kartu Sortir (Card Sort)
Metode ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi informasi.
Prosedur :
a. Masing-masing siswa diberikan kartu indek yang berisi materi pelajaran. Kartu indek dibuat berpasangan berdasarkan definisi, kategori/kelompok, misalnya kartu yang berisi aliran empiris dengan kartu pendidikan ditentukan oleh lingkungan dll. Makin banyak siswa makin banyak pula pasangan kartunya.
b. Guru menunjuk salah satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain diminta berpasangan dengan siswa tersebut bila merasa kartu yang dipegangnya memiliki kesamaan definisi atau kategori.
c. Agar situasinya agak seru dapat diberikan hukuman bagi siswa yang melakuan kesalahan. Jenis hukuman dibuat atas kesepakatan bersama.
d. Guru dapat membuat catatan penting di papan tulis pada saat prosesi terjadi.
TRADING PLACE
Metode ini memungkinkan peserta didik lebih mengenal, tukar menukar pendapat dan mempertimbangkan gagasan, nilai atau pemecahan baru terhadap berbagai masalah.

Prosedur :
1. beri peserta didik satu atau lebih catatan-catatan Post-it (tentukan apakah kegiatan tersebut akan berjalan lebih baik dengan membatasi para peserta didik terhadap sebuah atau beberapa kontribusi)
2. mintalah mereka untuk menulis dalam catatan merea salah satu dari hal berikut :
a. sebuah nilai yang mereka pegang
b. sebuah pengalaman yang telah mereka miliki saat ini
c. sebuah ide atau solusi kreatif terhadap sebuah problema yang telah anda tentukan
d. sebuah pertanyaan yang mereka miliki mengenai persoalan dari mata pelajaran
e. sebuah opini yang mereka pegang tentang sebuah topik pilihan anda
f. sebuah fakta tentang mereka sendiri atau persoalan pelajaran
3. mintalah peseta didik menaruh (menempelkan) catatan tersebut pada pakaian mereka dan mengelilingi ruangan dengan atau sambil membaca tiap catatan milik peserta yang lain
4. kemudian, suruhlah para peserta didik berkumpul sekali lagi dan mengasosiasikan sebuah pertukaran catatan-catatan yang telah diletakkan pada tempatnya (trade of Post-it notes) satu sama lain. Pertukaran itu hendaknya didasarkan pada sebuah keinginan untuk memiliki sebuah nilai, pengalaman, ide, pertanyaan, opini atau fakta tertentu dalam waktu yang singkat. Buatlah aturan bahwa semua pertukaran harus menjadi dua jalan. Doronglah peserta didik untuk membuat sebanyak mungkin pertukaran yang mereka sukai.
5. kumpulkan kembali kelas tersebut dan mintalah para peserta didik berbagi pertukaran apa yang mereka buat dan mengapa demikian. (misalnya : Mita : “Saya menukar catatan dengan Sonya karena dia telah membuat catatan tentang perjalanan ke Eropa Timur. Saya menyukai perjalanan ke sana karena saya mempunyai nenek moyang yang berasal dari Hongaria dan Ukraina

WHO IN THE CLASS?
Metode ini digunakan untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih mirip dengan perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda. Strategi ini membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat gereakan fisik berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada permulaan sebuah perjalanan.

Prosedur:
1. Buatlah 6 sampau 10 pertanyaan deskriptif untuk melengkapi frase : Carilah seseorang yang…………
Suka/senang menggambar
Mengetahui apa yang dimaksud rebonding
Mengira bahwa hari ini akan hujan
Berperilaku baik
Telah mengerjakan PR
Punya semangat kuat dalam belajar
dll
2. Bagikan pernyataan-pernyataan itu kepada peserta didik dan berikah beberapaperintah berikut :
Kegiatan ini seperti sebuah perburuan binatang, kecuali bahwa anda mencari orang sebagai pengganti benda. Ketika saya berkata “mulai” kelilingilah ruangan dengan mencari orang-orang yang cocok dengan pernyataan ini. Anda bisa menggunakan masing-masing orang hanya untuk sebuah pernyataan, meskipun dia memiliki kecocokan lebih dari satu. Tulislah nama orang tersebut
3. ketika kebanyakan peserta didik telah selesai, beri tanda stop berburu dan kumpulkan kembali ke kelas.
4. guru dapat menawarkan sebuah hadiah penghargaan teradap orang yang selesai pertama kali. Yang lebih penting surveilah kelas tersebut. Kembangkan diskusi singkat tentang beberapa bagian yang mungkin merangsang perhatian dalam topik pelajaran.

Resume kelompok
Teknik resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi , kecakapan dan pencapaian individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem dari sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.

Prosedur :
1. Bagilah peserta didik ke dalam kelompok sekitar 3 sampai 6 anggota
2. beritahukan kelas itu bahwa kelas berisi sebuah kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat
3. sarankan bahwa salah satu cara untuk mengenal dan menyampaikan sumber mata pelajaran adalah dengan membuat resume kelompok.
4. berikan kelompok cetakan berita dan penilai untuk menunjukkan resume mereka. Resume tersebut seharusnya memasukkan beberapa informasi yang bisa menjual kelompok tersebut secara keseluruhan. Data yang disertakan bisa berupa :
latar belakang pendidikan; sekolah-sekolah yang dimasuki
pengetahuan tentang isi pelajaran
pengalaman kerja
posisi yang pernah dipegang\keterampilan-keterampilan
hobby, bakat, perjalanan, keluarga
prestasi-prestasi
5. ajaklah masing-masing kelompok untuk menyampaikan resumenya

PREDICTION (PREDIKSI)
Metode ini dapat membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain

Prosedur :
1. bentuklah sub-sub kelompok dari 3 sampai 4 orang siswa (yang relatif masih asing satu sama lain)
2. beritahukan pada peserta didik bahwa pekerjaan mereka adalah meramalkan bagaimana masing-masing orang dalam kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah dipersiapkan untuk mereka, seperti :
a. kamu menyukai musik apa?
b. Apa di antara kegiatan waktu luang favorit anda?
c. Berapa jam kamu bisa tidur malam?
d. Berapa saudara kandung yang kamu miliki dan kamu berada pada urutan berapa?
e. Di mana kamu dibesarkan?
f. Seperti apa kamu ketika masih kecil?
g. Apakah orang tua kamu bersikap toleran atau ketat?
h. Pekerjaan apa yang telah kamu miliki?
3. mintalah sub-sub kelompok mulai dengan memilih satu orang sebagaoi subyek pertamanya. Dorong anggota kelompok se spesifik mungkin dalam prediksi mereka mengenai orang itu. Beritahukan mereka agar tidak takut tentang tebakan-tebakan yang berani.
4. mintalah masing-masing anggota kelompok bergiliran sebagai orang fokus/utama.

Tv Komersial
Metode ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat
Prosedur :

1. bagilah peserta didik ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota
2. mintalah team-team membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran dengan menekankan nilainya bagi meraka atau bagi dunia
3. iklan hendaknya berisi sebuah slogan (sebagai contoh “Lebih baik hidup dengan ilmu Kimia”) dan visual (misalnya, produk-produk kimia terkenal)
4. jelaskan bahwa konsep umum dan sebuah outline dari iklan tersebut sesuai. Namun jika team ingin memerankan iklannya, hal tersebut baik juga.
5. sebelum masing-masing team mulai merencanakan iklannya, maka diskusikan karakteristik dari beberapa iklan yang saat ini terkenal untuk merangsang kreatifitas (misalnya penggunaan sebuah kepribadian terkenal, humor, perbandingan terhadap persaingan, daya tarik sex)
6. mintalah masing-masing team menyampaikan ide-idenya. Pujilah kreatifitas setiap orang.

The Company You Keep
Metode ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.

Prosedur :
1. buatlah datar kategori yang anda pikir mungkin tepat dalam sebuah kegiatan untuk lebih mengenal pelajaran yang anda ajar. Kategori-kategori tersebut meliputi :
a. bulan kelahiran
b. orang yang suka atau tidak suka suatu objek
c. kesukaan seseorang
d. tangan yang digunakan untuk menulis
e. warna sepatu
f. setuju atau tidak dengan beberapa pernyataan opini tentang sebuah isi hangat (misalnya “Jaminan pemeliharaan kesehatan hendaknya bersifat universal”)
Catatan: Kategori dapat pula dikaitkan langsung dengan materi pelajaran yang diajarkan
2. bersihkan ruang lantaiagar peserta didik dapat berkeliling dengan bebas
3. sebutkan sebuah kategori. Arahkan para peserta didik untuk menentukan secepat mungkin semua orang yang akan mereka kaitkan dengan kategori yang ada. Misal para penulis dengan tangan kanan dan penulis dengan tangan kiri akan terpisah menjadi dua bagian.
4. ketika para peserta didik telah membentuk kelompok-kelompok yang tepat, mintalah mereka berjabatan tangan dengan teman yang mereka jaga. Ajaklah semua untuk mengamati dengan tepat berapa banyak otang yang ada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
5. lanjutkan segera pada kategori berikutnya. Jagalah peserta didik tetap bergerak dari kelompok ke kelompok ketika anda mengumumkan kategori-kategori baru.
6. kumpulkan kembali seluruh kelas. Diskusikan perbedaan peserta didik yang muncul dari latihan itu. (http://edu-articles.com/)

DAFTAR BACAAN
Bonwell, Charles C., dan James A. Eison, Active Learning: Creating Excitement in the Classroom, http://www.gwu.edu/eriche.
Dee Fink, L., Active Learning, reprinted with permission of the Oklahoma Instructional Development Program, 1999, http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

McKeachie W., Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher, Boston, D.C. Health, 1986.

Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004.

Pollio, H.R., “What Students Think About and Do in College Lecture Classes” dalam Teaching-Learning Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of Tennesse, 1984.

Silberman, Mel, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.) Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004.

Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset, 1997.

Wenger, Win, Beyond Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning, (terjemahan Ria Sirait dan Purwanto), Nuansa, 2003.

Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta, Gaung Persada Press, 2003

http://edu-articles.com/strategi-pembelajaran-active-learning/

http://www.candilaras.co.cc/2008/11/revisi-materi-instruksional.html

JOHN DEWEY & BERPIKIR REFLEKTIF

A. PENDAHULUAN

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ditangkap manusia mengenai objek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indra maupun akal. Jadi, segala sesuatu yang kita lihat, kita rasakan, kita pikirkan merupakan pengetahuan.

Pengetahuan juga didapat dari proses berpikir. Proses berpikir tersebut merupakan kemampuan manusia dalam menggunakan akal untuk memahami lingkungannya. Tanpa berpikir manusia tidak bisa diakui keberadaannya seperti yang dikemukakan oleh René Descartes yaitu Je pense donc je suis atau Cogito Ergo Sum, yang berarti Saya berpikir maka saya ada. Keberadaan saya diakui karena saya berpikir. Dari kemampuan berpikirnyalah, manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Untuk mengembangkan pengetahuan manusia melakukan proses berpikir ilmiah yaitu berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah keilmiahan.

Berpikir dilakukan di bidang apapun dan kesempatan apapun, begitu juga di bidang pendidikan. Begitu banyak pakar pendidikan yang telah memikirkan bagaimana cara untuk mengembangkan pendidikan karena pendidikan adalah proses yang terus menerus berubah atau berkembang menyesuaikan kebutuhan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi.

Beberapa tokoh yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan pendidikan melalui pemikirannya antara lain John Dewey, C.S. Peirce, Herbert Spencer, dan masih banyak tokoh pendidikan lain yang begitu berjasa menyumbangkan pikiran demi perkembangan dunia pendidikan.

Begitu banyak pendapat para ahli yang disumbangkan demi kemajuan pendidikan. Salah satu tokoh yang memberikan perubahan besar pada teori dan praktek pendidikan adalah John Dewey, oleh karena itu makalah ini sendiri selanjutnya akan membahas tentang pemikiran-pemikiran John Dewey dalam pengembangan dunia pendidikan.

B. BIOGRAFI SINGKAT JOHN DEWEY (1859-1952)

John Dewey lahir di Burlington, Vermont tanggal 20 Oktober 1859. Dewey adalah Bapak Pendidikan Amerika (Yusufhadi, 2005), karirnya di bidang filosofi dimulai setelah lulus tahun 1879. Tahun 1884 Dewey mendapat gelar doctor dari John Hopkins University dengan disertasi tentang filsafat Kant. Sebagian besar kehidupannya duhabiskan dalam dunia pendidikan dan diterima mengajar di University of Michigan (1884-1894).

Tahun 1899, Dewey menulis buku tentang berjudul The School and Sociaty, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Research di New York.

Tahun 1894 Dewey berpindah tugas ke University of Chicago dan menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan. Di sini, Dewey mengembangkan aliran Pragmatisme bersama dengan Charles Sanders Peirce dan William James, di universitas ini pulalah Dewey memperoleh gelar Profesor of Philosophy pada tahun yang sama.

Tahun 1904 Dewey berpindah ke Columbia University di Department of Philosophy hingga purna tugas. Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teori maupun praktek. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika.

Dewey akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952. Sepanjang hidup dan karirnya, Dewey telah banyak menulis buku maupun artikel mengenai teori pengetahuan dan metafisika, serta pendidikan. Buku yang paling penting adalah How We Think (1910) dan Democracy and Education (1916) merupakan karya yang fenomenal, Freedom and Cultural, art and Eksperience, The Quest of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925) (http://www.iep.utm.edu).

C. PEMIKIRAN DEWEY TENTANG PENDIDIKAN

Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh teori evolusi dari Charles Darwin. Yang mengajarkan bahwa hidup adalah suatu proses, dimulai dari tingkatan yang terendah berkembang, maju dan meningkat. Hidup tidak statis melainkan dinamis. Menurutnya dunia ini penciptaannya belum selesai, segala sesuatunya akan mengalami perubahan, tumbuh dan berkembang tiada batas dan tidak ada finalnya.

John Dewey adalah salah satu pendiri aliran pragmatisme yang menganggap kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif. Aliran pragmatisme disebut juga instrumentalisme atau eksperimentalisme untuk membedakan dengan tokoh penganut aliran yang sama.

Instrumentalisme karena menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya dan eksperimentalisme karena menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya. Pengalaman adalah salah satu kunci filsafat instrumentalism. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengruhi antara organisme hidup dalam lingkungan fisik dan sosial.

Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman yang bergerak dan bergerak kembali menuju pengalaman, untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi pengdari keadaan yang tidak menentu kearah keadaan tertentu .

Aliran Pragmatisme Dewey yakin bahwa akal manusia aktif selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pikirin tidak bertentangan dan tidak terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia. Pengetahuan sebagai transaksi antara manusia dan lingkungannya dan kebenaran merupakan bagian dari pengetahuan.

Manusia dalam kehidupannya memerlukan alat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut yang selalu akan muncul karena pengalaman pada dasaranya selalu berubah. Uyoh (2007) mengatakan bahwa alat untuk memecahkan masalah tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan tentatif atau hipotesis.

Dalam dunia pendidikan utamanya pendidikan yang berlangsung disekolah, Dewey berpendapat bahwa sekolah tidak perlu ditempuh dalam waktu yang lama dan ketat. Idenya siswa datang ke sekolah untuk melakukan kegiatan, untuk mendapatkan sesuatu yang berguna bagi hidup di masyarakat. Apa yang diberikan di sekolah haruslah sesuatu yang nyata yang nantinya dapat dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contohnya, pelajaran matematika dapat disampaikan dengan cara yang menyenangkan seperti dilakukan dengan memasak atau berbelanja di pasar atau toko (http://wilderdom.com).

Penyampaian materi dengan praktek langsung di sekolah menurut Dewey akan lebih mudah dipahami oleh pebelajar. Hal ini sejalan dengan yang dikatakannya yaitu “Education is life itself”.

Pendapat Dewey juga bahwa pendidikan merupakan proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (Reflective Thinking).

Dewey dan Peirce memiliki pemikiran bahwa suatu ide itu benar apabila berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah. Untuk memecahkan masalah-masalah sosial dan perorangan yang paling penting, diharapkan menerapkan logika sains pada pengalaman yang problematis.

John Dewey dalam menerapkan konsep pragmatisme secara eksperimental dalam memecahkan masalah dengan 5 langkah utama yaitu:

  1. Adanya suatu kesulitan yang dirasakan.

Kesulitan mungkin dirasakan dengan adanya kepastian yang memadai, sehingga hal ini menyebabkan akal budi memikirkan pemecahannya yang mungkin atau menimbulkan kegelisahan atau kejutan yang tidak jelas sehingga baru kemudian mencetuskan upaya yang pasti untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pada langkah ini pebelajar mempunyai pengalaman langsung dari keterlibatannya artinya dalam tahap ini, pebelajar merasakan adanya permasalahan setelah mengalami langsung situasi belajar.

  1. Menentukan letak dan batas kesulitan

Langkah ini menuntun pebelajar untuk berfikir kritis yang terkendali dan pemikiran yang tidak terkendali. Berdasarkan pengalaman pada langkah pertama tersebut pebelajar mempunyai masalah khusus yang merangsang pikirannya, dalam langkah ini pebelajar mencermati permasalahan dan timbul upaya mempertajam masalah sampai pada menentukan faktor-faktor yang diduga menyebabkan timbulnya masalah.

  1. Saran pemecahan yang mungkin

Pebelajar mempunyai atau mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut, dalam langkah ini pebelajar memikirkan dan merumuskan penyelesaian masalah dengan mengumpulkan data-data pendukung.

  1. Pengembangan melalui penalaran dari langkah ketiga

Pada langkah ini pebelajar mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi tentatif untuk memecahkan masalah, pebelajar berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalah dengan memunculkan hipotesis penyelesaian masalah

  1. Melakukan pengamatan dan percobaan lebih lanjut

Pada langkah kelima mengarahkan pada penerimaan atau penolakan kesimpulan mengenai keyakinan atau kesangsian. Artinya pebelajar menguji kemungkinan dengan jalan menerapkannya untuk memecahkan masalah sehingga pebelajar menemukan sendiri keabsahan temuannya, pebelajar mencoba menyelesaikan permasalahan dengan menguji hipotesis yang sudah disusunnya dan kemudian menarik kesimpulan. Menguji hipotesis dilakukan dengan eksperimen, pengujian dan perekaman data di lapangan. Data-data dihubungkan satu dengan yang lain agar nantinya ditemukan keterkaitan antar data tersebut dengan melakukan analisis. Berdasarkan analisis data tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis (Yusufhadi, 2005 :129).

Dari langkah di atas, Dewey berusaha menyusun suatu teori yang logis dan tepat berdasarkan konsep, pertimbangan, penyimpulan dalam bentuknya yang beraneka ragam, dalam arti alternatif. Menurutnya apa yang dikatakan benar adalah apa yang pada akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya. Jadi menurut Dewey, kesimpulan penelitian yang dihasilkan haruslah berlaku secara umum tidak hanya untuk kasus tertentu saja.

Kegiatan berpikir timbul karena adanya gangguan terhadap situasi yang menimbulkan masalah bagi manusia (langkah 1,2) untuk memecahkannya disusun hipotesis sebagai bimbingan bagi tindakan berikutnya. Dewey menegaskan bahwa berpikir ilmiah merupakan alat untuk memecahkan masalah, yang kemudian disebut metode ilmiah. Metode ilmiah tersebut oleh Dewey disebut dengan reflective thinking. Langkah-langkah metode ilmiah menurut Nana (2007) adalah sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi masalah
  2. Merumuskan dan membatasi masalah
  3. Menyusun hipotesis
  4. Mengumpulkan dan menganalisis data
  5. Menguji hipotesis dan menarik kesimpulan

D. SUMBANGAN PEMIKIRAN DEWEY

Tugas filsafat adalah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan meneliti serta mengolah pengalaman tersebut secara kritikal. Implikasi teori epistemology terhadap pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar di sekolah, guru harus menyusun situasi belajar di sekitar masalah khusus, yang pemecahannya diserahkan kepada siswa.

Pemuda merupakan pelajar alami, karena secara alamiah mereka ingin tahu, ingin mengadakan eksplorasi terhadap lingkungan tempat dia tinggal. Anak akan lebih banyak belajar dari apa yang mendorong dia untuk meneliti dan menarik perhatiannya. Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk 1) belajar apa yang ia ingin ketahui, 2) selalu ingin mengetahui yang berkatian dengan pelajaran, seperti sains, bahasa, sejarah, dll.

John Dewey merupakan tokoh pragmatisme yang secara eksplisit membahas pendidikan, dan secara sistematis menyusun teori pendidikan yang didasarkan atas filsafat pragmatisme. Menurutnya ada dua teori pendidikan yang saling bertentangan yaitu paham konservatif dan unfolding theory.

Teori konservatif mengemukakan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan-keluatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Dalam proses belajar anak seabagi siswa harus diberi kebebasan dan harus aktif artinya tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan guru, begitu pula guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa haus akan pengetahuan. Namun kenyataan yang ada pendidikan yang menentukan segalanya. Pendidikan merupakan proses pembentukan jiwa dari luar, dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut kemauan guru, sehingga siswa tinggal menerima saja. Dalam hal ini Dewey berpandangan sebagai berikut:

“It is rather formation of mind by setting up certain associations or connection of content by means of a subject matter presented from without. Education proceeds by instruction taken a strictly liberal sense, a building into the mind from without.”

Unfolding theory berpandangan bahwa anak akan berkembang dengan sendirinya karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan laten dimana perkembangan anak telah memiliki tujuan yang pasti. Pendapat Dewey dikutip dari Uyoh (2007) adalah sebagai berikut:

“ Development is conceived not as continous growing, but as unfolding of latent powers toward a definite goal. The goal is conceived of as completion, perfection.”

Dewey dalam Uyoh (2007) menyampaikan bahwa pendidikan itu penting karena.

  1. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup

Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup karena ada anggapan bahwa pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan hidup. Menurutnya hidup adalah a self renewing process through action upon environment. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terjadi interaksi antara individu dengan lingkungannya. Adanya kelangsungan hidup karena adanya adaptasi. Kehidupan masyarakat tumbuh melalui proses transmisi seperti kehidupan biologis yang berlangsung melalui perantara atau alat komunikasi dalam bertindak, berpikir, dan merasakan dari yang lebih tua dengan yang muda. Maka untuk kelangsungan hidup diperlukan suatu usaha untuk mendidik anggota masyarakat agar nantinya pemenuhan kebutuhan tersebut akan terus berlangsung. Renewal of life tidak berlangsung secara otomatis tetapi tergantung pada banyak factor seperti teknologi, seni, ilmu dan perwujudan moral kemanusiaan.

  1. Pendidikan sebagai pertumbuhan.

Pertumbuhan merupakan suatu perubahan tindakan yang berlangsung terus menerus untuk mencapai suatu hasil selanjutnya. Pertumbuhan terjadi karena adanya kebelummatangan. Dalam kebelummatangan tersebut anak memiliki kapasitas pertumbuhan potensi, yaitu kapasitas yang dapat tumbuh menjadi sesuatu yang berlainan, karena pengaruh yang datang dari luar. Cirinya adalah adanya ketergantungan dan plastisitas anak. Kekuatan untuk tumbuh tergantung pada kebutuhan atau ketergantungan anak terhadap orang lain. Ketergantungan tersebut haruslah dilihat sebagai pertumbuhan yang tersembunyi yang belum diolah. Fisik yang lemah diartikan sebagai suatu kebelummampuan dalam meniru lingkungan. Pertumbuhan merupakan karakteristik dari hidup, sedangkan pendidikan adalah hidup itu sendiri dan pertumbuhan itu sendiri.

  1. Pendidikan sebagai fungsi sosial

Kelangsungan hidup terjadi karena adanya self renewal yang terjadi karena pertumbuhan. Lingkungan merupakan syarat bagi pertumbuhan dan fungsi pendidikan merupakan a process of leading and bringing up. Pendidikan merupakan cara yang ditempuh masyarakat dalam membimbing anak yang belum matang menurut bentuk susunan sosial sendiri. Setiap tindakan anak selalu berhubungan dengan lingkungan dan dengan yang lainnya. Sekolah sebagai fungsi social mempunyai fungsi sebagai berikut 1) menyederhanakan dan menertibkan faktor-faktor bawaan yang dibutuhkan untuk berkembang, 2) memurnikan dan mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada, 3) menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik daripada yang diciptakan anak tersebut dan menjadi milik mereka untuk dikembangkan.

E. TUJUAN PENDIDIKAN

Objektifitas tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat tempat si anak hidup dan tempat pendidikan berlangsung karena pendidikan berlangsung dalam kehidupan. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa esensi realitas adalah perubahan, tidak ada kebenaran mutlak, nilai itu relatif, sehingga tujuan umum yang berlaku universal itu tidak ada, yang ada adalah tujuan khusus belaka. Tujuan pendidikan tidak dapat diterapkan dalam semua masyarakat kecuali bila ada hubungan timbal balik antara masing-masing individu dalam masyarakat tersebut.

Karakteristik tujuan pendidikan menurut Uyoh (2007) yang harus diperhatikan adalah:

1. Tujuan pendidikan hendaknya ditentukan dari kegiatan yang didasarkan atas kebutuhan instrinsik anak didik

2. Tujuan pendidikan harus mampu memunculkan suatu metode yang dapat mempersatukan aktivitas pengajaran yang sedang berlangsung

3. Tujuan pendidikan adalah spesifik dan langsung

F. PROSES PENDIDIKAN

Pelajaran harus didasarkan pada fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, dan dibicarakan sebelumnya. Bahan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase harus memiliki kriteria untuk memanfaatkan kehidupan sosial yang sangat fundamental dalam kehidupan masyarakat.

Dewey tidak setuju dengan bahan pelajaran yang sudah disampaikan sebelumnya. Di sekolah lama terdapat tujuan pendidikan untuk kepentingan masyarakat namun bahan yang diberikan guru terlalu tinggi karena diambilkan dari masyarakat dewasa yang berarti bahwa materi tersebut dipaksakan kepada anak untuk diterima. Diyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya. Pengetahuan dihasilkan dengan transaksi antara manusia dengan lingkungannya.

Dalam situasi belajar guru seyogyanya menyusun situasi-situasi belajar sekitar masalah utama yang dihadapi masyarakat yang pemecahannya diserahkan pada siswa untuk sampai kepada pengertian lebih baik tentang lingkungan social maupun lingkungan fisik. Dalam menentukan kurikulum, setiap pelajaran tidak boleh terpisah harus merupakan satu kesatuan. Pengalaman di sekolah dan di luar sekolah harus dipadukan sehingga merupakan satu kebulatan. Caranya adalah dengan mengambil suatu masalah menjadi pusat segala kegiatan yang menarik perhatian anak dan sesuai dengan minat anak.

Metode yang sebaiknya digunakan untuk pembelajaran yang kegiatannya menarik adalah metode disiplin bukan metode kekuasaan. Kekuasaan tidak dapat dijadikan metode pendidikan karena merupakan suatu kekuatan yang datang dari luar dan didasari oleh suatu asumsi bahwa ada tujuan yang baik dan bersifat secara objektif.

Kekuasaan tidak sesuai dengan kemauan dan minat anak serta guru yang menentukan segalanya. Guru memaksakan bahan pelajaran kepada anak dan guru pulalah yang berpikir untuk anak. Dengan demikian anak tidak mungkin akan mempunyai perhatian yang spontan atau minat langsung terhadap bahan pelajaran.

Disiplin merupakan kemauan dan minat yang keluar dari dalam diri anak itu sendiri. Anak akan belajar apabila ia memiliki minat dan antisipasi terhadap suatu masalah untuk dipelajari. Anak tidak akan mempunyai dorongan untuk belajar matematika seandainya ia tidak merasakan suatu masalah dimana ia tidak mengetahuinya. Disiplin muncul dari dalam diri anak, namun dituntut suatu aktivitas dari anak yang lain.

Guru harus merupakan suatu petunjuk jalan serta pengamat tingkah laku anak untuk mengetahui apakah yang menjadi minat perhatian anak. Berdasarkan itu guru dapat menentukan masalah apa yang akan dijadikan pusat perhatian. Dengan demikian dalam proses pembelajaran kedudukan guru 1) tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa, 2) hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah tersebut, 3) hendaknya mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa untuk membangkitkan minat anak, 4) harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerjasama dalam belajar antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru.

Jadi tugas guru adalah sebagai fasilitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-sama. Menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada pada diri siswa. Anak harus dibangkitkan kecerdasannya agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur dan akhirnya dapat berpikir ilmiah dan logis yaitu cara berpikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.

G. KESIMPULAN

Pemikiran Dewey telah memberi sumbangan yang besar dalam pembaharuan dunia pendidikan, utamanya pada proses pembelajaran di kelas yang disarankannya tidak terfokus pada guru melainkan pada siswa, karena siswa mempunyai kekuatan-kekuatan yang luar biasa yang dapat digali dengan menarik minat dan keinginannya untuk mendapatkan pengetahuannya sendiri. Untuk menarik minat dan perhatian siswa dapat dilakukan dengan pembelajaran yang kegitannya difokuskan pada pemecahan masalah (Problem Solving) dan anak diarahkan untuk memecahkan masalah tersebut dengan langkah-langkah dalam metode keilmuan atau metode ilmiah atau yang oleh Deweydisebut dengan Reflective Thinking, jadi guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

H. DAFTAR PUSTAKA

C.A. Qadir. (1988). Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Kata Pengantar, Jujun Suria Smantri; Penterjemah Bosco Carvallo, Sonny Keraf. A, & Adre Ata Ujan. Edisi pertama. Jakarta: Obor Indonesia.

Field, Richard. (2007). John Dewey (1859-1952). Diambil Oktober 2007, dari http://www.iep.utm.edu/d/dewey.htm

Hollister, B.C. (2007). Reflective Thinking, John Dewey and PBL. Diambil tanggal 26 September 2007, dari http://www2.imsa.edu/programs/pbln/problems/bernie/dewey.html

Nana Syaodih Sukmadinata. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Neill, James. (2007). John Dewey: Philosophy of Educational. Diambil Oktober 2007, dari http://wilderdom.com/experiental/JohnDeweyPhilosophyEducation.html

Tauhid Bashori. (2007). Pragmatisme Pendidikan. Diambil pada tanggal 26 Nopember 2007, dari http://www.geocities.com/hotSprings/6774/j-13.html

Uyoh Sadulloh. (2007). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Yusufhadi Miarso. (2005). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar